"Saya kehilangan istri saya Carole, tiga anak saya Ryan, Kelly dan Ruby dan juga ibu mertua saya. Saya merasa kesepian. Saya lihat orang-orang bermain dengan anak-anak mereka, dan saya tak bisa. Saya tak bisa lagi melihat wajah dan mendengar suara mereka."
Paul Njoroge kehilangan seluruh keluarganya ketika Penerbangan 302 Ethiopian Airlines jatuh di Addis Ababa 10 Maret lalu dengan korban jiwa 157 orang.
Paul kini berpindah dari satu rumah temannya ke rumah teman yang lain. Ia tak sanggup melihat sepatu anak-anaknya.
"Saya masih bisa melihat kaki mereka di dalam. Saya tak akan pernah kembali ke rumah."
Penerbangan ET302 itu adalah pesawat Boeing 737 Max kedua yang jatuh dalam empat bulan.
Sebelumnya Boeing 737 Max milik Lion Air terjatuh di Karawang bulan Oktober 201 dilaporkan disebabkan oleh persoalan serupa: sistem kendali pesawat.
Maka keluarga korban seperti Paul bertanya: kenapa pesawat ini masih dibolehkan terbang sesudah ada kecelakaan sebelumnya?
Linimasa: Kecelakaan Boeing
- 29 Oktober 2018: 737 Max 8 yang dioperasikan Lion Air di Indonesia jatuh menewaskan 189 penumpangnya.
- 31 Januari 2019: Boeing melaporkan pemesanan 5.011 pesawat 737 Max dari 79 pelanggan.
- 10 Maret 2019: 737 Max 8 yang dioperasikan Ethiopian Airlines jatuh menewaskan 157 orang penumpangnya.
- 14 Maret 2019: Boeing melarang terbang seluruh armada 737 Max.
- 3 Juli 2019: Boeing menyatakan akan memberi kompensasi US$100 juta (sekitar Rp1,4 trilyun) kepada keluarga korban dan pihak terdampak di Indonesia dan Ethiopia.
Sangat marah
Chris dan Claryss Moore yang tinggal di pinggir kota Toronto kehilangan putri mereka Danielle dalam penerbangan ET302.
Danielle baru saja menghadiri konferensi PBB tentang lingkungan di Kenya.
http://www.tribunnews.com/internasional/2019/07/07/boeing-737-max-saya-kehilangan-keluarga-dan-anak-saya-dalam-pesawat-air-ethiopia-yang-jatuh
No comments:
Post a Comment