Orang-orang Inggris yang menjadi korban kawin paksa di luar negeri dilaporkan telah dipungut biaya oleh Kementrian Luar Negeri untuk mengganti ongkos yang dipakai untuk membebaskan mereka.
Kasus ini terungkap lewat penyelidikan yang dilakukan Times, yang menemukan bahwa para korban yang tidak mampu mengganti biaya penerbangan, makanan dan penampungan, diperintahkan untuk mengisi formulir skema pinjaman.
Para anggota parlemen mengecam praktik itu sebagai sesuatu yang 'mengguncangkan' dan 'tidak bermoral'.
Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt mengatakan masalah ini harus diselidiki dan semua pejabat Inggris di luar negeri harus bertindak dengan 'belas kasih dan kemanusiaan'.
Menurut laporan Times, para korban kawin paksa Inggris yang meminta bantuan ke luar negeri mendapat pemberitahuan tentang keharusan penggantian biaya tersebut.
Pejabat Kementrian Luar Negeri Inggris akan membantu mereka mengakses dana mereka sendiri, dan menghubungi teman, keluarga atau organisasi yang dapat membantu mereka.
Tetapi jika mereka tidak bisa mengumpulkan uang itru, mereka diminta untuk menandatangani perjanjian pinjaman darurat sebelum kembali ke Inggris.
Times mengonfirmasi bahwa antara tahun 2016 dan 2017 ada 82 orang yang dipulangkan dengan bantuan lembaga pemerintah yang menangani kawin paksa, Forced Marriage Unit dan 12 orang di antaranya dikenakan skema pinjaman itu.
Selain itu lewat Freedom of Information,Times juga mengungkap adanya skema pinjaman dari Kementrian Luar Negeri sebesar £7.765 (Rp140 juta) kepada setidaknya delapan korban kawin paksa dalam dua tahun terakhir.
Sekitar £3.000 (Rp54 juta) telah dilunasi, tetapi sisanya sebesar £4.500 (Rp81 juta) masih belum dilunasi.
http://www.tribunnews.com/internasional/2019/01/05/korban-kawin-paksa-dipungut-biaya-kementrian-luar-negeri-inggris-dikecam
No comments:
Post a Comment